Janji Penyertaan

Author : Felicia Yosiana

9 Desember 2011

Pagi hari saya lewati dengan rutinitas sehari-hari: memberikan salam ‘Selamat pagi’ kepada Ketiga Persona Allah dengan memeluk Mereka satu per satu. (Khusus untuk Bapa, karena Ia terlalu besar dan agung, saya bersujud di dalam roh di hadapan-Nya sebagai salam pagi). Saya tidak tahu kenapa, tapi pagi ini benar-benar ada kedamaian dan sukacita yang tidak tergambarkan di hati saya. Tuhan pun sudah senyam-senyum sejak pagi, mengajarkan saya berbagai pengajaran Hikmat lainnya selama sarapan dan aktivitas pagi lainnya.
Saya sama sekali tidak menyangka bahwa hal ini berkaitan dengan kontrak yang saya buat dengan Tuhan malam sebelumnya. Barulah saat saya Saat Teduh, Ia menyuruh saya membuka Bilangan 12.

Tumben Anda meminta saya membuka kisah-kisah lama,” respons saya seraya membuka Alkitab.

Pemberontakan Miryam dan Harun.’ Saya langsung membeku saat melihat judul perikopnya. Saya melirik Tuhan dengan bingung.

Bacalah.”

Menurut, saya kemudian membaca ayat demi ayat yang diikuti dengan penjelasan singkat Tuhan terhadap bagian-bagian tertentu. Seperti misalnya pada ayat 3, Ia berkata: “Itulah Hati Kristus yang sedang engkau kejar.” Dan itu memang benar. Setiap berdoa, saya selalu merasakan dorongan yang kuat dari Roh Kudus untuk meminta Hati Kristus. Saya sangat ingin punya hati yang senantiasa melekat kepada Hati Bapa.

Musa pasti sering sakit hati,” komentar saya.

Oh, sering. Aku pun begitu dan lebih lagi. Orang yang lembut hatinya harus siap menerima luka lebih banyak. Lanjutkan pembacaan.”

Saya membaca satu pasal kemudian berhenti. “Apa maksud Anda?”

Kamu ingat kata-kata-Ku tadi pagi?”

Bahwa Anda akan melindungi saya?”

Tuhan mengangguk. “Itu bukan janji kosong. Lihatlah, kontrak yang engkau tandatangani tidaklah berbobot satu sisi saja. Aku juga ambil andil dalam ‘perjanjian’ itu, yaitu bahwa Aku akan menyertaimu lebih lagi.”

Saya mulai merinding saat Hikmat mengalir ke roh saya. Tuhan akan menganggap saya sebagai orang yang berjalan bersama-Nya. Ia akan memperlakukan saya sebagai seorang hamba. Hamba yang sebenarnya.

Jagalah dirimu juga supaya engkau tidak mengata-ngatai atau berpikiran buruk terhadap hamba-hamba-Ku. Dan siapa yang mengatai atau mengambil posisi bermusuhan dengan engkau, Aku pula yang akan mengambil posisi itu terhadap orang tersebut!

Nada bicara-Nya menjadi keras dan tegas di situ. Ia serius, saya tahu. Dan saya masih sulit percaya.
Aku menghukum Miryam dan Harun dengan penyakit kusta saat mereka berani berdiri menantang Musa,” lanjut-Nya. “Tidakkah Aku akan melakukan hal yang sama kepadamu dan hamba-hamba-Ku yang setiawan pada masa ini? Ketahuilah, Aku akan menjaga jalanmu selama engkau berpegang kepada-Ku. Jangan takut.”

Tapi kasihan juga orang-orang itu, Lord...”

Perbuatan mereka adalah keputusan mereka. Tapi janji-Ku tetap setia dan adalah keputusan-Ku. Buka Yohanes 2.”

Saya menurut dan membaca satu pasal penuh. Hikmat memproses saya lagi dan menjabarkan bahwa perkataan Tuhan Yesus pada ayat 16 dimaksudkan bagi setiap anak-anak-Nya. Ya, kita adalah Bait Allah dan adalah suatu tindakan keji untuk mengotori Bait di mana Roh Kudus berdiam dengan pikiran atau perbuatan duniawi / najis. Tuhan juga memberikan penekanan terhadap ayat terakhir dan meyakinkan saya bahwa Ia adalah Allah yang menilik hati manusia.
Setelah Ia merasa saya cukup belajar dari pasal tersebut, Ia meminta saya membuka Yohanes 13.
Aku ingin kamu seperti itu,” kata-Nya setelah saya selesai dengan perikop pertama. “Aku ingin kamu melayani seperti Aku.”

Betapa kagetnya saya begitu melihat Ia sedang membasuh kaki saya! Pengelihatan itu sangat cepat sampai saya masih cengo sendiri setelahnya. Sebelum saya sempat bicara, Ia berkata lagi, “Kamu pun harus membasuh kaki saudara-saudaramu.”

Dan Ia memberikan validasi perkataan dan janji-Nya di atas dengan menekankan ayat 20 kepada saya. “Kamu telah membayar harga dan berniat terus melakukannya, dan inilah yang kamu dapatkan. Aku bukanlah Allah yang pendusta.”


Poin Hikmat yang diminta Allah untuk saya bagikan:
·         Jangan sekali-sekali menista atau mengata-ngatai saudara kita! Kita tidak akan pernah tahu apabila orang tersebut adalah orang yang telah mengikat janji dengan Tuhan. Saya menerapkan ini kepada diri sendiri dengan mencoba untuk tidak memikirkan orang lain—melainkan berdoa untuk mereka sesuai dengan apa yang ditunjukan Roh Kudus mengenai orang itu.
·         Ada berbagai tingkat janji dengan Allah. Hal ini dapat kita pelajari dari kehidupan hamba-hamba Allah pada Perjanjian Lama dan pada kehidupan rasul-rasul pada Perjanjian Baru. Kisah Ananias dan Safira cukup memberikan inspirasi.
·         Ia tidak pernah memaksakan kehendak-Nya dalam membuat janji. Ia adalah Allah yang berotoritas, itu benar. Namun kerendahan hati dan karakter-Nya tidak akan membuat-Nya memaksa manusia. Ia memberikan pilihan. Sama seperti saat Musa membacakan 10 Perintah Allah, Ia memberikan pilihan: Berkat atau Kutuk.
·         Tanpa Hikmat, Kasih pun sia-sia. Keduanya harus berjalan bergandengan tangan. Tuhan Yesus pernah berkata seperti ini kepada saya, “Aku mengasihi karena Aku berhikmat. Dan Aku berhikmat karena Aku mengasihi.”


Lukas 14: 11
Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Lukas 14: 27
Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.”